MAKALAH
PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL
PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL
DISUSUN
O
L
E
H
MUHAMMAD
ICHSAN
1324401007
KEMENTRIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT
JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK
NEGERI LHOKSEUMAWE
JURUSAN
TEKNIK KIMIA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT atas perkenaan-Nya sehingga penyusunan dan penulisan
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Salam dan doa tak
lupa pula penulis haturkan kepada suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW.
Selama
melakukan penyusunan dan penulisan makalah ini penulis banyak menghadapi
tantangan dan hambatan. Kesemuanya itu dapat teratasi berkat bantuan dan
dukungan dosen, orang tua, dan terutama adalah ridho Allah SWT. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah turut memberikan andil dan membantu penulis hingga selesainya
penyusunan dan penulisan karya tulis ini.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak menampilkan kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak bagi
perbaikan makalah ini dan menjadi masukan yang sangat berguna dalam penyusunan
makalah berikutnya.
Dan
akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat memberi
sumbangsi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemaslahatan
umat dan alam.
Buketrata, 15 November 2015
Muhammad Ichsan
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 3
1.3
Tujuan dan Manfaat........................................................................................ 3
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................... 4
2.1 Pengertian Limbah Industri............................................................................. 4
2.2 Sumber Limbah Industri
Tekstil...................................................................... 5
2.3 Jenis dan Penggolangan
Limbah Industri Tekstil............................................ 9
2.4 Karakteristik Limbah
Industri......................................................................... 14
2.5 Metode Pengolahan Limbah
Industri Tekstil.................................................. 19
BAB 3 PENUTUP................................................................................................... 31
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 31
3.2 Saran................................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tantangan dalam dunia industry maupun
perdagangan sedemikian pesat, hal ini menuntut adanya strategi efektif dalam
mengembangkan industri, sehingga dapat bersaing dengan negara-negara lain yang
telah maju, terutama dalam hal industry tekstilnya..Seiring dengan itu, suatu
konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development) mutlak dilakukan.Sustainable
Development merupakan strategi pembangunan terfokus pada pemenuhan kebutuhan
saat ini tanpa mengesampingkan kebutuhan mendatang yang mana hal ini dikaitkan
dengan kelestarian dan kesehatan lingkungan alam.
Permasalahan lingkungan saat ini yang
dominan salah satunya adalah limbah cair berasal dari industri. Limbah cair
yang tidak dikelola akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada perairan,
khususnya sumber daya air. Kelangkaan sumber daya air di masa mendatang dan
bencana alam semisal erosi, banjir, dan kepunahan ekosistem perairan tidak
pelak lagi dapat terjadi apabila kita kaum akademisi tidak peduli
terhadappermasalahan tersebut.
Alam memiliki kemampuan dalam
menetralisir pencemaran yang terjadi apabila jumlahnya kecil, akan tetapi
apabila dalamjumlah yang cukup besar akan menimbulkandampak negatif terhadap
alam karena dapatmengakibatkan terjadinya perubahankeseimbangan lingkungan
sehingga limbahtersebut dikatakan telah mencemarilingkungan. Hal ini dapat
dicegah denganmengolah limbah yang dihasilkan industry sebelum dibuang ke badan
air. Limbah yangdibuang ke sungai harus memenuhi bakumutu yang telah
ditetapkan, karena sungaimerupakan salah satu sumber air bersih bagimasyarakat,
sehingga diharapkan tidaktercemar dan bisa digunakan untukkeperluan lainnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan
manusia sehingga memunculkan tempat yang menghasilkan limbah berbahaya bagi
kehidupan manusia maupun makhluk hidup di sekitarnya. Kegiatan industry
disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga
menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan. Limbah merupakan hasil buangan
yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga maupun dari rumah sakit dapat
berupa padat, cair maupun gas yang akan menimbulkan gangguan baik terhadap
lingkungan, kesehatan, kehidupan biotik, keindahan serta kerusakan pada benda,
karena masih banyak industri yang membuang limbahnya ke lingkungan tanpa
pengolahan yang benar.
Indonesia merupakan negara agraris,
kehidupan sebagian besar masyarakatnya ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan
pembangunan disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku
menjadi bahan jadi. Proses pembangunan di Indonesia mendorong tumbuhnya
industri-industri yang berbahan baku hasil pertanian (Agroindustri).
Perkembangan industri pangan ini banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat
maupun pemerintah, namun juga diiringi dengan timbulnya beberapa permasalahan
baru diberbagai sektor.Salah satu dampak negatif dari adanya industri adalah timbulnya
pencemaran terhadap lingkungan yang berasal dari limbah industri, karena dapat
merusak keseimbangan sumber daya alam, kelestarian dan daya dukung
lingkungan.Awalnya strategi pengelolaan lingkungan mengacu pada pendekatan
kapasitas daya dukung (carrying
capacity approach).Konsep
daya dukung ini kenyataannya sukar untuk diterapkan karena kendala permasalahan
lingkungan yang timbul dan seringkali harus dilakukan upaya perbaikan kondisi
lingkungan yang tercemar dan rusak. Konsep strategi pengelolaan lingkungan
akhirnya berubah menjadi upaya pemecahan masalah pencemaran dengan
cara mengolah limbah yang terbentuk (end of pipe treatment) dengan harapan
kualitas lingkungan hidup bisa lebih ditingkatkan.
Pembangunan industri khususnya
industri tesktil diharapkan dapatmeningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Namun bila dalam perumusan kebijakan pembangunan industri tidak memasukkan
unsur-unsur pertimbangan yang berorientasi pada lingkungan, maka tiga unsur
pokok dalam ekosistem yaitu air, udara dan tanah akan mengalami penurunan
kualitas yang substansial sebagai akibat dari pencemaran limbah industri.
Industry menghasilkan
limbah sisa proses industry. Limbah tersebut bervariasi tergantung dari jenis
dan besar kecilnya industry, pengawasan pada proses industry, derajat
penggunaan air, dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Limbah dan emisi merupakan non product output dari kegiatan
industri tekstil. Khusus industri tekstil yang di dalam proses
produksinya mempunyai unit Finishing-Pewarnaan (dyeing) mempunyai potensi
sebagai penyebab pencemaran air dengan kandungan amoniak yang tinggi. Pihak
industri pada umumnya masih melakukan upaya pengelolaan lingkungan dengan
melakukan pengolahan limbah (treatment). Dengan
membangun instalasi pengolah limbah memerlukan biaya yang tidak sedikit dan
selanjutnya pihak industri juga harus mengeluarkan biaya operasional agar
buangan dapat memenuhi baku mutu. Untuk saat ini pengolahan limbah pada
beberapa industri tekstil belum menyelesaikan penanganan limbah industry
buangan dapat memenuhi baku mutu. Untuk saat ini pengolahan limbah pada
beberapa industri tekstil belum menyelesaikan penanganan limbah industri.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Adapun yang
menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah:
a.
Apa pengertian dari
limbah tekstil ?
b.
Darimana sumber limbah
industry tekstiltersebut ?
c.
Bagaimana jenis dan
penggolongan limbah industry tekstil?
d.
Bagaimana karakteritik
limbah industry tekstil?
e.
Bagaimana metode
pengolahan limbah industry tekstil ?
f.
Tujuan dan Manfaat
1.2.2 Adapun tujuan yang ingin dicapai pada pembuatan
makalah ini adalah :
a.
Dapat mengetahui pengertian
dari limbah tekstil.
b.
Dapat mengetahui sumber
limbah industri tersebut.
c.
Dapat mengetahui jenis dan
penggolongan limbah industri tekstil.
d.
Dapat mengetahui
karakteristik limbah industri tekstil.
e.
Dapat mengetahui metode
pengolahan limbah industri tekstil.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
limbah industri tekstil
Pada dasarnya tiap
penerapan pengoperasian suatu penemuan baru, tiap inovasi tidak selalu disambut dengan baik oleh semua lapisanmasyarakat.Ada dua kejadian yang dianggap mengganggu stabilitas lingkungan
yaitu perusakan dan pencemaran. Perkembangan industri di Indonesia semakin
pesat.Berdasarkan skalanya industri dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
industry besar dan kecil. Berbagai macam industri tersebut antara lain industri
kimia, kertas, tekstil dan semen. Adapun contoh industri kecil antara lain
industry tahu, tempe dan krupuk. Banyaknya industri dapat menimbulkan dampak
positif dan negatif. Dampak positif dari industri antara lain terciptanya
lapangan pekerjaan dan pemanfaatan teknologi baru di berbagai bidang. Adapun
dampak negatifnya berasal dari limbah industri yang bersangkutan.
Berdasarkan
karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu
limbah cair, gas dan partikel, serta padat.Berdasarkan nilai ekonominya, limbah
dibedakan menjadi limbah yang memiliki nilai ekonomis dan limbah yang tidak
memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah yang
apabila diproses akan memberikan suatu nilai tambah. Salah satu contoh adalah
limbah pabrik gula, tetes merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan
baku untuk industri alkohol, sedangkan ampas tebu dapat dijadikan bahan baku
kertas karena mudah dibentuk menjadi bubur pulp. Limbah non ekonomis yaitu suatu
limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidakakan
memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah system pembuangan.
Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan
lingkungan.
Masalah pencemaran semakin menarik perhatian masyarakat, dalam
kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Hal ini
dapat kita lihat dengan semakin banyaknya kasus-kasus pencemaran yang terungkap
ke permukaan. Perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas
lingkungan. Penanganan masalah pencemaran menjadi sangat penting dilakukan
dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan terutama harus
diimbangi dengan teknologi pengendalian pencemaran yang tepat guna.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah
berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai
aktivitas domestik lainnya (grey
water).Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang
seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah tekstil
merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan
kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan
proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih
banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan
sistesis.
Gabungan air limbah
pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi
dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3
: 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar.Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil
dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton
produk sampai 100 kg BOD/ton.Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil
batik tradisional belum ditemukan.
2.2
Sumber Limbah Industri
Tekstil
Di Indonesia industry
tekstil merupakan salah satu penghasil devisa Negara. Dalam melakukan
kegiatannya industry besar maupun kecil membutuhkan banyak air dan bahan kimia
yang digunakan antara lain dalam proses pelenturan, pewarnaan dan pemutihan.
Salah satu proses penting dalam produksi garmen adalah proses pencucian atau
laundry yang dapat disebut juga sebagai proses akhir dalam produksi garmen
yaitu dengan cara pelenturan warna asli dan pemberian warna baru yang
diinginkan. Terutama dalam produk jeans, hasil pencucian akan menjadi kunci
keberhasilan produk terssebut, karena efek dari pencucian itu akan menjadi
pertimbangan utama dalam menentukan harga jualnya dipasaran.
Limbah dan emisi
merupakan non
product outputdari
kegiatan industri tekstil. Khusus industri tekstil yang di dalam proses
produksinya mempunyai unit Finishing- Pewarnaan (dyeing) mempunyai potensi
sebagai penyebab pencemaran air dengan kandungan amoniak yang tinggi. Pihak
industri pada umumnya masih melakukan upaya pengelolaan lingkungan dengan
melakukan pengolahan limbah (treatment). Dengan membangun instalasi pengolah
limbah memerlukan biaya yang tidak sedikit dan selanjutnya pihak industri juga
harus mengeluarkan biaya operasional agar buangan dapat memenuhi baku mutu.
Untuk saat ini pengolahan limbah pada beberapa industri tekstil belum
menyelesaikan penanganan limbah industri.
Air limbah yang
dibuang begitu saja ke lingkungan menyebabkan pencemaran, antara lain
menyebabkan polusi sumber-sumber air seperti sungai, danau, sumber mata air, dan
sumur. Limbah cair mendapat perhatian yang lebih serius dibandingkan bentuk
limbah yang lain karena limbah cair dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
dalam bentuk pencemaran fisik, pencemaran kimia, pencemaran biologis dan
pencemaran radioaktif.
Limbah tekstil
merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil karena terjadi
proses pemberian warna (dyeing) yang di samping memerlukan bahan kimia juga
memerlukan air sebagai media pelarut. Industri tekstil merupakan suatu industri
yang bergerak dibidang garmen dengan mengolah kapas atau serat sintetik menjadi
kain melalui tahapan proses : Spinning (Pemintalan) dan Weaving (Penenunan).
Limbah industri tekstil tergolong limbah cair dari proses pewarnaan yang
merupakan senyawa kimia sintetis, mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti mampu
mencemarilingkungan.
Zat warna tekstil merupakan semua zat
warna yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah
dihilangkan warna (kromofor) dan gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan
serat tekstil (auksokrom).
Zat warna tekstil
merupakan gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom
sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Limbah
air yang bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam
proses produksinya. Di samping itu ada pula bahan baku yang mengandung air
sehingga dalam proses pengolahannya air tersebut harus dibuang.
Lingkungan yang
tercemar akan mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup disekitarnya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kegiatan industri, air yang telah
digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan,
tetapi air limbah industri harus mengalami proses pengolahan sehingga dapat
digunakan lagi atau dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Proses
pengolahan air limbah industri adalah salah satu syarat yang harus dimiliki
oleh industri yang berwawasan lingkungan.
Larutan penghilang
kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan
penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji biasanya
memberi kan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan
dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang
penting, yang menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan
zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar,
pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan
zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang
berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai,
seperti fenol dan logam. Di Indonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak
banyak dipakai. Proses pencetakan menghasilkan limbah yang lebih sedikit
daripada pewarnaan.
Berikut ini adalah gambar salah satu dampak limbah
industry tekstil
Gambar 2.1 Limbah tekstil yang di
buang ke sungai
2.2.1 Proses Pembuatan Tekstil
Serat buatan dan
serat alam (kapas) diubah menjadi barang jadi tekstil dengan menggunakan
serangkaian proses. Serat kapas dibersihkan sebelum disatukan menjadi
benang.Pemintalan mengubah serat menjadi benang. Sebelum proses penenunan atau
perajutan, benang buatan maupun kapas dikanji agar serat menjadi kuat dan kaku.
Zat kanji yang lazim digunakan adalah pati, perekat gelatin, getah, polivinil
alkohol (PVA) dan karboksimetil selulosa (CMC). Penenunan, perajutan,
pengikatan dan laminasi merupakan proses kering.
Sesudah penenunan
serat dihilangkan kanjinya dengan asam (untuk pati) atau hanya air (untuk PVA
atau CMC). Penghilangan kanji pada kapas dapat memakai enzim. Sering pada waktu
yang sama dengan pengkanjian, digunakan pengikisan (pemasakan) dengan larutan
alkali panas untuk menghilangkan kotoran dari kain kapas. Kapas juga dapat
dimerserisasi dengan perendaman dalam natrium hidroksida, dilanjutkan
pembilasan dengan air atau asam untuk meningkatkan kekuatannya.
Penggelantangan
dengan natrium hipoklorit, peroksida atau asam perasetat dan asam borat akan
memutihkan kain yang dipersiapkan untuk pewarnaan. Kapas memerlukan
pengelantangan yang lebih ekstensif daripada kain buatan (seperti pendidihan
dengan soda abu dan peroksida).
Pewarnaan serat,
benang dan kain dapat dilakukan dalam tong atau dengan memakai proses kontinyu,
tetapi kebanyakan pewarnaan tekstil sesudah ditenun. Di Indonesia denim biru
(kapas) dicat dengan zat warna. Kain dibilas diantara kegiatan pemberian warna.Pencetakan
memberikan warna dengan pola tertentu pada kain diatas rol atau kasa.
Karakteristik utama
dari limbah industri tekstil adalah tingginya kandungan zat warna sintetik,
yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan membahayakan ekosistem
perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang berupa gugus kromofor dan
terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang membuatnya resisten terhadap
degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan. Meningkatnya kekeruhan air
karena adanya polusi zat warna, nantinya akan menghalangi masuknya cahaya
matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses fotosintesis,
ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat warna tersebut,
membuatnya menjadi masalah yang serius.
Limbah cair industri
tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah cairnya memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang merupakan
suatu senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk diuraikan oleh
mikroba.Beberapa penelitian mengenai perombakan zat warna dari limbah cair
industri tekstil secara anerobik dilaporkan telah berhasil mengurangi warna,
khususnya zat warna azo ini umumnya resistan untuk dioksidasi oleh
mikoorganisme aerobik.
Jenis yang paling banyak digunakan saat
ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi. Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat. Bahan
tekstil sintetik ini, terutama serat
poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian
juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik.
2.3
Jenis dan Penggolangan
Limbah Industri Tekstil
Kualitas limbah
menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar
di dalam limbah.Kandungan pencemar di dalam limbah terdiri dari berbagai
parameter.Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya, hal
ini menunjukkan semakin kecil peluang untuk terjadinya pencemaran lingkungan.
Menurut Kristanto (2002) beberapa kemungkinan yang
akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkunga:
Ø lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal
ini disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat
dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
Ø Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan
pencemaran
Ø Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas limbah adalah :
a.
Volume limbah
b.
Kandungan bahan pencemar
c.
Frekuensi pembuangan
limbah
Berdasarkan karakteristiknya limbah
industri dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1.
Limbah cair biasanya dikenal sebagai identitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan
buangan organik, dan bahan buangan anorganik.
2.
Limbah padat.
Melalui banyaknya
proses yang dilakukan maka limbah yang dihasilkan pun berbeda. Hasil dari
proses pewarnaannya tergantung pada pewarna yang digunakan misalnya zat warna
indigo ( C12H10N12O12 ) dan sulfur.
Limbah – limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan dan selanjutnya dialirkan
ke sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap
lingkungan perairan maka diperlukan suatu teknik pengolahan yang diarahkan agar
kriteria yang ditetapkan dalam baku mutu air limbah industri dapat terpenuhi.
Baku mutu merupakan spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang perbolehkan
dibuang ke lingkungan dan ini merupakan langkah penting dalam usaha
mengendalikan pencemaran dan melestarikan lingkungan.
Salah satu pencemar
organik yang bersifat non biodegradable adalah zat warna tekstil. Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan
turunannya dari gugus benzen. Diketahui bahwa gugus benzen sangat sulit
didegradasi, kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila
terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya
karsinogenik dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk
menguraikan limbah tersebut. Zat warna ini berasal dari sisa – sisa zat warna yang
tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari seratalam. Warna selain mengganggu keindahan, beberapa juga dapat
bersifat racun dan sukar dihilangkan. Beberapa penelitian tentang biodegradasi
zat warna khususnya zat warna azo.
Molekul zat warna
merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa
warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat.zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan
zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan
turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang
mengandung nitrogen.
Gugus kromofor adalah
gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada tabel 2.1 dapat dilihat beberapa nama
gugus kromofor dan memberi daya ikat terhadap serat yang diwarnainya.
Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan, yaitu:
1.
Golongan kation : -NII2
; NIIR; j -NR2 seperti -NR2CI.
2.
Golongan anion : -S03H;
-OH; -COOH seperti -0; -S03; dan lain-lain.
Tabel
2.1 Nama Gugus Kromofor dan Struktur Kimia
No
|
Nama Gugus
|
Struktur Kimia
|
1
|
Nitroso
|
NO atau (-N-OH)
|
2
|
Nitro
|
NO2 atau (NN-OOH)
|
3
|
Grup Azo
|
-N N-
|
4
|
Grup Etilen
|
-C C-
|
5
|
Grup Karbonil
|
-C O-
|
6
|
Grup Karbon – Nitrogen
|
-C=NH ; CH=N-
|
7
|
Grup Karbon Sulfur
|
-C=S ; -C-S-S-C-
|
2.3.1
Penggolongan Zat Warna
Zat warna dapat
digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warnasintetik. Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan
pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya
sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu
supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.Kemudian Henneck membagi zat
warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna
monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat warna poligenatik
apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat warna yang lebih umum
dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul) dan berdasarkan
aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam pencelupan dan
pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain.
Penggolongan zat
warna menurut “Colours Index” volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar
sistem kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia,
Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium,
Poliksilik, Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan
lain-lain.
Zat warna Azo
merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna
dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai
sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik.
Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL
(Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas.
Penggolongan lain yang
biasa digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri
tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna
tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi,
pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan lain-lain.
Dari uraian di atas
jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan
sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung
pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam wana
yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan
produksi yang tersedia.
Jenis yang paling
banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warnadispersi. Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini
adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat. Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat
poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi. Demikian
juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik.
2.3.2
Zat Warna Reaktif
Dalam
daftar “Color Index” golongan zat warna yang terbesar jumlahnya adalah zat
warna azo, dan dari zat warna yang berkromofor azo ini yang paling banyak
adalah zat warna reaktif zat warna reaktif ini banyak digunakan dalam proses
pencelupan bahan tekstil.
Kromofor
zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat
molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna
yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan
ketahanan lat wama terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang
mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi
dengan serat kain.Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka
diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu.
Disamping terjadinya
reaksi antara zat warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang
merupakan ikatan pseudo ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan
reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna
yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan
kenaikan temperatur.
Selulosa mempunyai gugus alkohol primer
dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif.
Tetapi kecepatan reaktif alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol
sekunder. Mekanisme reaksi pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan
unsur positif pada zat warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa
yangterionisasi. Agar dapat bereaksi
zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang
cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan menetralkan
asam-asam hasil reaksi.
2.4
Karakteristik Limbah
Industri
Karakteristik air limbah dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri daribeberapa
parameter, diantaranya :
a. Total Solid (TS)
Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan
organik maupunanorganik yang larut, mengendap,atau tersuspensi dalam air.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang
ada didalam air limbah setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran
0,45 mikron.
c. Warna
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi
seiring dengan waktu dan menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari
yang abu–abu menjadi kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik
yang bersifat organik maupun anorganik.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan
efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan
penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari – hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses
dekomposisi materi atau penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau
sangat penting karena terkait dengan masalah estetika.
2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organism hidup untuk menguraikan
atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam
air
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk
proses reaksi secara kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD
dinyatakan dalam ppm (part per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984).
c. Dissolved Oxygen (DO)
adalah
kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO
di dalam air sangat tergantung pada temperature dan salinitas.
d. Ammonia (NH3)
Ammonia
adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan
mengganggu proses desinfeksi dengan chlor(Soemirat,
1994).
Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion ammonium atau
ammonia.tergantung pada pH larutan.
e.
Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu proses pengolahan limbah secara
biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L. Gas H2S bersifat korosif
terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
f. Fenol
Fenol mudah masuk lewat
kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat menimbulkan
kematian).
g. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air.
Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Phnormal untuk kehidupan
air adalah 6–8.
h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat
bersifat toksik sehingga diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang
mengandung logam berat. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang
dalam skala tertentu membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi
racun jika memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi.
Berdasarkan sifat
racunnya logam berat dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1. Sangat beracun, dapat
mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan yang tidak pulih dalam jangka
waktu singkat, logam tersebut antara lain : Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.
2. Moderat, mengakibatkan
gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih dalam
jangka waktu yang relatif lama, logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au, Li,
Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.
3. Kurang beracun, namun
dalam jumlah yang besar logam ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan antara
lain : Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn.
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik
biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yangdikonsumsi
sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa digunakan adalah
banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.
Penentuan
kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme terlarut dalam air
seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta plankton.penentuan kualitas
mikroorganisme dilatarbelakangi dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak akan
membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka penentuan kualitas biologi air
didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme indikator pencemaran.
Menurut
Sunu (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme
yang terdapat di dalam air yaitu :
a) Sumber air
Jumlah dan
jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber seperti air hujan,
air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.
b) Komponen nutrien dalam
air
Secara
alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan mikroorganisme
yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu.
c) Komponen beracun
Terdapat di
dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di
dalam air. Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik, khlorin dapat
membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam air.
d) Organisme air
Adanya
organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air,
seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri.
e) Faktor fisik
Faktor
fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi, dan
penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme
yang terdapat di dalam air.
Meningkatnya
jumlah industri tekstil selain dapat meningkatkan perekonomian akan tetapi juga
memiliki dampak negatif dan membahayakan lingkungan. Efek negative dari
industri tekstil salah satu adalah air limbahnya yang mengandung zat organic
yang tinggi dari hasil pencelupan dan apabila dibuang langsung ke lingkungan
tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat memperburuk kualitas badan air, karena
zat warna ini akan sulit didegradasi secara alami di badan air.
Kualitas
air yang baik sangat mendukung kehidupan organisme air. Mikroorganisme air
seperti plankton selain sebagai indikator pencemaran suatu perairan juga
mempunyai peranan penting dalam lingkungan aquatik yaitu sebagai dasar piramida
makanan bagi organisme lain yang hidup di perairan. Plankton merupakan makanan
alami bagi organisme perairan seperti bentik dan ikan (Sachlan, 1982).Plankton
dan ikan membentuk rantai penghubung yang penting antara produsen dan konsumen.
Ikan dan organisme air lainnya akan hidup dengan baik bila kondisi perairan
mendukung. Sebagai bioindikator dari limbah ini adalah adanya organisme biologi
yaitu ikan lele, bawal, braskap, tanaman air, cacing, algae, dan bakteri.
Di sekitar
pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat pembuangan limbah, tanpa
instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu kadang para penduduk
membuang sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari industri tekstil yang
dibuang ke sungai sudah mengalami proses pengolahan limbah terlebih dahulu.
Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang ke sungai di duga dapat
mengurangi bahan pencemar.
Pengoperasian
unit pengolahan limbah memegang peranan yang penting. Pengoperasian yang kurang
benar akan menyebabkan limbah yang terproses masih memiliki nilai parameter
diatas ambang batas yang ditentukan.Pengoperasian yang tidak sistematis dan
tidak berpedoman, akan cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada akhirnya akan
menyebabkan biaya pengolahan yang tinggi.
Indikator
bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang dapat diamati, yaitu
adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya perubahan warna, bau,
rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut Odum (1993),
pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat tertentu yang
berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat mengolah kualitas
alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan hidrobiota sungai.
Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran lingkungan adalah masuknya makhluk
hidup, zat, energi dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Pemeriksaan
perairan yang menerima buangan air limbah, merupakan suatu keharusan. Hal ini berguna
untuk mengevaluasi masalah kesehatan yang mungkin timbul misalnya bahan beracun
ke dalam baku mutu air.
2.5
Metode Pengolahan
Limbah Industri Tekstil
Sumber daya alam bagi
makhluk hidup merupakan suatu sistem rangkaian kehidupan dalam arti setiap kondisi
alam akan mempengaruhi petumbuhan atau perkembangan kehidupan. Apabila suatu
ekosistem telah tercemar oleh suatu limbah yang tidak ramah lingkungan, akan
menurunkan tingkat pertumbuhan. Begitu pula pada suatu industri yang
menghasilkan limbah dengan membuang ke lingkungan sekitar tanpa pengolahan
khusus terlebih dahulu dengan standart baku mutu yang aman bagi lingkungan.
Industri batik
merupakan industri penghasil cemaran yang dapat merusak ekosistem alam. Limbah
cair industri batik dijadikan suatu penelitian dalam pengolahan limbah dengan
proses aerob dan anaerob yang menggunakan koagulan tawas untuk menurunkan kadar
COD agar ramah lingkungan.
Berdasarkan
karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan menjadi tiga bagian,
yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat berjalan secara
sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinatif.
Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk memudahkan
pengidentifikasian peralatan.
a.
Proses
Fisik
Perlakuan
terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan secara mekanis
dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-proses tersebut di antaranya
adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air, penggumpalan, sedimentasi,
pengapungan, Filtrasi, dll.
b.
Proses Kimia
Proses secara kimia
menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar di dalam
limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses kimia di antaranya adalah
pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi, netralisasi, ion exchanger dan
desinfektansia.
c.
Proses Biologi
Proses
pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan mikroorganisme (ganggang,
bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa organik dalam air limbah menjadi
senyawa yang sederhana dan dengan demikian mudah mengambilnya.
Proses ini dilakukan
jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua proses tersebut tidak
memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik sehingga kadar oksigen
semakin lama semakin sedikit. Pada proses kimia zattersebut diendapkan dengan
menambahkan bahan koagulan dan kemudian endapannya diambil. Pengoperasian
proses biologis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan
operasi dengan udara.
Digunakannya
mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik, maka dibutuhkan
suatu kondisi lingkungan yang baik. Pertumbuhan dan perkembangan harus memenuhi
persyaratan hidup, misalnya penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya.
Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi
dan fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap
perubahan komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan
adaptasi dengan kondisi yang baru. Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting artinya
dalam pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.
Pada umumnya
pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara koagulasi danfiltrasi. Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan /
pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antar fasa. Dengan adanya
penelitian sebelumnya mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan jerami
padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat menjadi adsorben juga efektif
untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil. Fenomena adsorpsi
sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan gaya
tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua
arah sehingga dicapai sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi molekul lapisan terluar suatu zat padat mempunyai
gaya tarik yang tidak diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas
sehingga permukaan zat padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan.
Fenomena ini dikenal dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben.
Terdapat dua metoda adsorpsi,
yaitu adsorpsi secara fisik dan
adsorpsi secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair
melekat pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat
padat (adsorben) untuk mengatasi
energy kinetic molekul pencemar pada fase cair (adsorbat). Adsorpsi secara
fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik pada molekul adsorben
yang diakibatkan oleh perbedaan energy atau gaya Van der Waals. Adsorpsi ini akan membentuk
lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding dengan konsentrasi pencemar. Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi
pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada kekuatan tarik menarik anatara
molekul adsorbat dengan molekul adsorben.
Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa
kimia dihasilkan dari reaksi antar molekul adsorbat dan molekul adsorben.
Proses ini membentuk lapisan molekul yang tebal dan bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa
kimia diperlukan energy dan energy juga diperlukan untuk membalikan proses ini,
sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible.
Terdapat beberapa
parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi dari senyawa organik,
tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organic tersebut, diantaranya :
·
Konsentrasi
·
Berat molekul
·
Struktur molekul
·
Tingkat kepolaran
molekul
·
Temperatur
·
pH
Kecepatan adsorpsi
merupakan hal yang terpenting dalam penentuan kapasitas adsorpsi suatu senyawa.
Kecepatan untuk mencapai titik keseimbangan (equilibrium) tergantung pada beberapa faktor diatas, akan tetapi
faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan kecepatan adsorpsi adalah
lamanya waktu kontak antara adsorben dengan sorbatnya.
Pengolahan limbah
cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika, biologi ataupun
gabungan dari ketiganya.Pengolahan secara kimia dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi.
Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan
flokulan untuk menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi
membentuk gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan
secara kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang diikuti pengendapan
lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan ozon.
Pengolahan limbah
cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara adsorpsi, filtrasi dan
sedimentasi. Adsorpsi dilakukan
dengan penambahan adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan
proses pemisahan padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses pemisahan padat-cair dengan
cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan adanya gaya gravitasi.
Pengolahan limbah
cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme menguraikan
bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Dari ketiga cara
pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengolahan
limbah cair secara kimia akan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar,
sehingga menimbulkan masalah baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi
menggunakan ozon selain biaya tinggi juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur
yang ada di dalam limbah. Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan limbah yang
mengandung zat warna menghasilkan persen penurunan zat warna tinggi, tetapi
harga karbon aktif relatif mahal dan juga akan menambah ongkos peralatan untuk
regenerasi karbon aktif tersebut.
Proses pengolahan
limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif pengolahan yang
sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan kimia seperti
pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih rendah.
Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada pengolahan
limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya. Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur
aktif tidak efisien untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil. Bahwa penghilangan warna dari antrakuinon dan azo pada
sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian yang lain menunjukkan bahwa
mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat beradaptasi untuk mendegradasikan
zat warna azo sederhana.
Jamur juga dapat
digunakan untuk mengolah limbah industry tekstil. Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi
lignin yang non-spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor
organik, termasuk zat warna tekstil. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih mengkatalis
penguraian zat warna tekstili menggunakan mekanisme pembentukan radikal bebas.
Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan ekonominya, dan yang
paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat direduksi secara efektif
menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya malah turut memproduksi bahan
kimia yang berbahaya atau zat padat yang menimbulkan permasalahan pembuangan
lebih lanjut. Karena seperti yang teman-teman ketahui enzim merupakan protein,
yang di alam dapat dengan mudah diuraikan menjadi asam amino.
2.4.1 Degradasi Zat
Warna
Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah
cair industri tekstil dari proses pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat.
Zat warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang tak larut dan juga dari
kotoran yang berasal dari seratalam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat
racun dan sukar dihilangkan.
Perombakan zat warna
ini berawal dari penemuan hasil metabolisme hewan mamalia yang diberi makanan
campuran zat warna azo.Zat warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini
direduksi oleh mikroflora yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi
anaerobik.Ikatan azo yang direduksi ini menghasilkan produk samping
(intermediat) yaitu turunan amino azo benzen yang dikhawatirkan karsinagen.
Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase
di dalam liver sama dengan reduksi aza aleh mikroorganisme yang ada di dalam
pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari hasil penelitian-penelitian inilah
berkembang penelitian lanjutan perombakan zat warna secara
anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi anaerobik ini cukup
patensial untuk merombak zat warna tekstil.
Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan
pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar
untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul yang
sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga mudah
terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3
dan Biomassa.
Gambar 2.2 Biodegradasi Zat Warna Azo
dengan Proses Anaerobik-Aerobik
2.4.2 Mekanisme
Perombakan
Tesktil pada Kondisi Anaerobik Proses
penghilangan warna pada campuran azo terdiri dari dua tahapan.Tahap pertama reaksi yang terjadi tidak stabil, karena
masih ada molekul oksigen dalam media, yang dinyatakan sebagai persaingan dari
oksida (zat warna dan oksiogen) pada saat respisasi. Pada kondisi oksidasi zat
warna akan kembali ke bentuk semula. Setelah molekul oksigen yang ada dalam
media habis maka proses perombakan zat warna akan stabil
R1-N=N-R2
+ 2e- + 2H+ R1-NH-NH-R2………………………………………...(2.1)
R1-NH-NH-R2
+ 2e- + 2H+ R1-NH2 + R2-NH2………………………………...(2.2)
dimana
R1 dan R2 adalah substitusi dari residu fenil dan naphtol.
Reduksi azo secara
enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim yang disebut azo reduktase. Enzimini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas
maksimum diperoleh pada kondisi anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang
jelas apakah azoreduktase secara langsung mengkatalisa transfer elektron akhir
ke campuran zat. Reduksi azo terjadi bersama dengan terbentuknya flavin yang tereduksi secara enzimatik,
tetapi transfer elektron akhir terjadi secara non enzimatik.
Mekanisme dasar
pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan reoksidasi dari nukleotida yang
dibangkitkan secara enzimatis. Selama nukleotida direduksi dari sistem
pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai oksidator. Elektron yang
dilepas oleh nukleotida yang mengalami oksidasi akan diterima oleh campuran azo
(aseptor elektron akhir) melalui FAD (Flavin
Adenin Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi menjadi amina-amina
yang bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-flavin tereduksi
dengan regenerasi dari Nikotinamida
Adenin Dinucleotida fosfat (NADPH).
Sistem pengolahan
limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
1)
PROSES PRIMER
v Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan
pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air
limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna
dan asaluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain
dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan
menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
v Penghilangan
Warna
Limbah cair berwarna yang berasal dari
proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak
penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian
dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri atas
tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero
Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya
150-300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4.
Dari tangki kedua, limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki
tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan
terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan
terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi
dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini
sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias langsung
dibuang ke perairan.
v Ekualisasi
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum
yang memiliki volume 650 m3 menampung dua sember pembuangan yaitu limbah cair
tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur.Kedua sumber pembuangan
mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh karena itu, untuk
memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan
menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan
suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan system lumpur aktif, terlebih dahulu air
melewati saringan halus dan cooling water, karena untuk proses aerasi
memerlukan suhu 32oc. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi
digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m3/jam).
v Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju
saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan sehingga air limbah yang
akan diolah bebas dari polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih
terbawa.
v Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil
umumnya mempunyai suhu antara 35-40 oC.sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang
bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam system lumpur sktif. Karena suhu
yang diinginkan adlah berkisar 29-30 oC.
2)
PROSES SEKUNDER
v Proses Biologi
Kontak bakteri dengan limbah lembih
merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya yang terjadi
pada bak persegi panjang.Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3.Pada
masing-masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk
memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur
dalam bak aerasi ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS dan suhu. Dari
pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga
penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal
mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm.
MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu berkisar 29-30 oC.
v proses
sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk
bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi
dengan pengaduk.Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan
dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting lumpur yang
berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi
ke bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi hamper mendekati anaerob.
3)
PROSES TERSIER
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan
kimia yaitu Aluminium Sulfat. Polimer dan antifoam ; untuk mengurangi padatan
tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk
memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke
perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi
selanjutnya ditampung dalam bak interdiet (volume 2 m3 ) yang dilengkapi dengan
alat yang disebut inverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam
tangki koagulasi dengan mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi
ditambahkan aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang mudah
mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang
berasal dari pengolahan air baku yang bertujuan menambah partikel padatan
tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok.
Proses atau tahap penanganan limbah
meliputi :
1.
Langkah pertama untuk
memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah program pengelolaan
air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
2.
Penggantian dan
pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula :
·
Zat pewarna yang sedang
dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan
dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya
fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom,
mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.
Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar
dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah
kehilangan pewarna yang tidak berarti.
·
Pengolahan limbah cair
dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka aliran limbah dari
proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah operasi
pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan logam dan warna,
jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan (dengan tawas,
garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur
dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.
ü Pengukur dan pengatur laju alir
ü Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
ü Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
ü Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
ü Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara
cermat
ü Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk
penambahan (make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk
membuat penangas pemasakan atau penggelantangan)
ü Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak
kontinyu)
ü Pembilasan dengan aliran berlawanan
ü Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
ü Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang
kadarnya kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
ü Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata
yang menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara
terbatas dan menggunakan pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan
limbah sering diolah dengan pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan
ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah laguna aerob,
parit oksidasi dan lumpur aktif.Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan
energi yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih
rendah. Kolom percik adalah cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk
menghilangkan BOD dan COD sangat rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau
pengolahan fisik untuk memperbaiki daya kerjanya.
Untuk memperoleh BOD, COD, padatan
tersuspensi, warna dan parameter lain dengan kadar yang sangat rendah, telah
digunakan pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan karbon aktif,
saringan pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.
Pemanfaatan limbah industry tekstil dapat
berupa:
1.
Industri tekstil tidak
banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan pengolahan
limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain
yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks.
Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain
yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan
sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron.
2.
Lumpur dari pengolahan
fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat atau saringan
sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau logam
lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hal yang telah dikemukan sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya :
1. Limbah tekstil
merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan
proses pen yempur naan.
2. Limbah industri tekstil
dihasilkan pada proses atau pembuatan bahan jadi yang dalam proses pembuatannya
menggunakan pewarna yang dapat mencemari lingkungan dengan tingkat kereaktifan
yang berbeda-beda.
3. Karakteristik dari
limbah industry tekstil dapat dilihat dari karakteristik kimia, fisik serta biologisnya.
4. Umumnya jenis dan
golongan limbah industri tekstil hanya bergantung pada jenis zat warna yang
digunakan. Zat warna yang sering digunakan dalam proses industry adalah zat
warna azo dan turunan dari benzene.
5. Metode pengolahan
limbah industri tekstil dapat dilakukan dengan proses primer, sekunder dan
tersier.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukan segera untuk penyuluhan untuk memberikan
pengetahuan tentang limbah B3 di tingkat masyarakat.
2. Upaya pencegahan masuknya limbah B3 Tekstil ke TPA harus
segera klarifikasikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Charles A. Wentz1989.
Hazardous Waste Management. McGraw-Hill Book Company.
Ø Reynold,
J.M.,1997. An Introduction to Applied
and Enviromental Geophysics, John Willey & Sons, New York.
Ø http://www.wikipedia.org.
Diakses tanggal 15 November 2015.
Ø Santoso.B.E.,
2008., Limbah Pabrik Tekstil:
Penanganan, Pencegahan Dan Pemanfaatannya. Bandung.